Jakarta, Akhir-akhir ini terjadi pro dan kontra terhadap pelaksanaan khitan atau sunat perempuan. Untuk itu Majelis Ulama Indonesia bersama dengan ormas Islam menyatakan bahwa khitan perempuan bersifat makrumah (ibadah yang dianjurkan).
"Khitan perempuan hukumnya khilaf antara wajib, sunnah dan makrumah. Khusus untuk khitan perempuan termasuk makrumah yaitu ibadah yang dianjurkan," ujar Ketua MUI Dr KH Ma'ruf Amin dalam acara jumpa pers di Gedung MUI, Jakarta, Senin (20/1/2013).
Tata cara pelaksanaan khitan perempuan menurut ajaran Islam adalah cukup dengan hanya menghilangkan selaput yang menutupi klitoris . Ajaran agama Islam melarang praktik khitan perempuan yang dilakukan secara berlebihan seperti memotong atau melukai klitoris (inisisi dan eksisi) yang mengakibatkan bahaya.
"Ada beberapa negara yang berlebihan, tapi yang kita lakukan tidak berlebihan. Karenanya menolak tegas adanya pelarangan khitan perempuan karena melanggar UU," ujar Ma'ruf.
Hal ini karena dalam Undang-Undang Dasar 1945 menjamin setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agamnya sesuai dengan keyakinannya, sebagaimana disebutkan pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Untuk itu menolak dengan tegas pelarangan khitan perempuan oleh pihak manapun.
"Yang kita tolak adalah pelarangan khitan, karena tidak ada satu ulama pun yang melarang khitan. Caranya hanya kulit sedikit saja, memang ada yang dibuang semua, itu yang dipersoalkan seperti di Afrika, tapi di Indonesia sudah sesuai dengan hadis Nabi," ujar Ma'ruf.
Untuk itu MUI mengimbau kepada umat Islam di Indonesia agar tetap tenang dan tidak terpengaruh dengan berbagai upaya pembentukan opini yang keliru terkait pelarangan khitan perempuan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Sebelumnya, Menkes dr Nafsiah Mboi di sela-sela acara konferensi pers Natal Nasional 2012 di JCC, Jakarta, Rabu (26/12/2012) menuturkan ketika ia masih menjabat sebagai Direktur WHO, diadakan penelitian mengenai female genital mutilation (FGM) dan bukan sunat.
"Jadi di beberapa daerah di dunia terutama di Afrika karena peneliti-peneliti dari WHO lebih banyak di Afrika, menemukan 'sunat' sebenarnya lebih banyak terjadi mutilasi pada alat kelamin perempuan," ujar Menkes.
Setelah diteliti ternyata tidak ada kaitannya dengan agama, tapi lebih banyak dengan adat istiadat yang mana pandangannya perempuan itu sebelum menikah tidak boleh melakukan hubungan seks dengan siapa pun. Pada prosedur ini alat kelaminnya dijahit termasuk klitoris dipotong sehingga seringkali ketika misalnya dia pertama kali melakukan hubungan seks akan terjadi perdarahan dan sakit luar biasa, apalagi waktu melahirkan luar biasa jelek dampaknya.
Menkes menjelaskan FGM jelas ditolak karena memang benar melanggar hak asasi perempuan. Tapi untuk di Indonesia pada dasarnya penelitian menunjukkan sunat perempuan jauh berbeda dengan prosedur tersebut.
"Kadang hanya iris, memegang. Tapi itulah waktu Ibu menteri yang lalu dikeluarkanlah keputusan Menteri Kesehatan, supaya harus dilakukan secara higienis, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dan sebagainya. Tetapi kalau dari pertimbangan agama toh harus dilakukan, jangan sampai menyebabkan kerusakan, infeksi atau apapun," ujar Menkes.
Praktik female genital mutilation (FGM) diyakini bisa membantu mengontrol seksualitas dan meningkatkan kesuburan seorang perempuan. Namun Majelis Umum PBB telah secara bulat menyetujui larangan secara global terhadap praktik FGM ini.[health.detik.com]
>> 10 Pintu Terbesar yang Dimasuki Syetan
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking